Posted by : Unknown
Minggu, 30 Maret 2014
LEGEND PROFIL
ERIC CANTONA (1992-1997)
Dialah sang raja. Eric ‘The King’ Cantona mengawali karirnya di
Manchester United pada pertandingan persahabatan melawan Benfica di
Lisbon untuk memperingati ulang tahun ke 50 pemain legendaris Portugal,
Eusébio. Pertandingan ofisial pertamanya adalah ketika Cantona masuk
menjadi pemain pengganti pada saat derby dengan Manchester City di Old Trafford pada tanggal 12 Desember 1992.
Sebelum mendapatkan Cantona, MU mengalami musim yang menyesakkan, musim
sebelumnya mereka hanya bisa menahan nafas melihat Leeds United meraih
gelar dengan Cantona sebagai aktor utama Leeds. Musim ini mereka berada
di belakang Aston Villa
dan Blackburn Rovers yang saling berkejaran untuk meraih gelar liga,
begitu juga tantangan maut dari kuda hitam Norwich City dan QPR. Masalah
utamanya? Setan Merah tidak mampu mencetak gol. Brian McClair dan Mark Hughes kehilangan sentuhan, Dion Dublin cedera panjang dan Alex Ferguson pusing tujuh keliling.
Masuklah Cantona.
Dia mencetak gol, mengirim assist dan memberikan nuansa juara bagi Man Utd.
Tepat seminggu setelah debut melawan The Citizens, Cantona mencetak gol
pertama pada pertandingan yang berakhir imbang 1-1 saat berhadapan
dengan Chelsea, tepat seminggu kemudian pada Boxing Day,
Cantona membantu MU bangkit dari kekalahan 3-0 di babak pertama untuk
memaksa imbang Sheffield Wednesday 3-3 dan mencetak gol keduanya. Namun
justru dua minggu kemudian, 9 Januari 1993 saat berhadapan dengan
Tottenham Hotspurs-lah Cantona menunjukkan kelasnya dengan mencetak satu
gol dan membantu terciptanya 3 gol lain untuk hasil akhir 4-1 bagi MU.
Musim itu berakhir dengan gelar juara Premier League dengan jarak 10
point dari peringkat kedua, gelar ini adalah gelar juara liga pertama
bagi MU di ranah Inggris sejak tahun 1967.
Cantona menjadi pemain pertama – dan sampai saat ini satu-satunya –
pemain yang pernah bermain untuk dua klub berbeda yang memenangkan
Premier League dua tahun berturut-turut. Musim berikutnya, setelah
berhasil mempertahankan gelar juara liga, Cantona mencetak dua gol
penalti untuk memenangkan Piala FA dengan total angka 4-0 atas Chelsea.
Cantona terpilih sebagai PFA Player of the Year musim itu.
Di musim ketiga, Cantona dan Man Utd sepertinya masih melanjutkan
tradisi juara dengan permainan yang konsisten dan hasil yang bagus.
Sayang semuanya berakhir berantakan dan MU harus menyerahkan tahta ke
Blackburn Rovers. Semuanya bermula pada kejadian yang berlangsung pada
tanggal 25 January 1995, Cantona yang sedang melangkah ke kamar ganti
terprovokasi oleh Matthew Simmons, seorang hooligans Crystal Palace.
Cantona yang tidak terima dengan ejekan Simmons melakukan tendangan
kungfu diikuti oleh pukulan beruntun. Kasus yang menjadi berita utama di
media Inggris dan dunia ini membuat Cantona menerima denda dan hukuman
tidak boleh bermain selama setahun dalam pertandingan bola manapun di
tanah Inggris dan Wales. Dalam sebuah konferensi pers dan di tengah
serangan pertanyaan wartawan, Cantona mengeluarkan pernyataannya yang
paling terkenal dengan tenang, “Ketika camar mengikuti kapal pukat, itu
karena mereka pikir sarden akan dilemparkan ke dalam laut. Terima kasih
banyak.” Usai pernyataan itu, Cantona bangkit dari kursi dan melenggang
pergi dengan santai dari hadapan pers.
Cantona yang meledak-ledak sering mengundang kontroversi, pada musim
pertamanya dengan MU, Cantona memukul seorang fan Leeds yang meledeknya
dan harus membayar denda. Di musim kedua, usai diusir keluar lapangan
pada Piala Champions saat berhadapan dengan Galatasaray, Cantona beradu
mulut dengan seorang wasit dan harus absen dalam lima pertandingan
karena mendapat kartu merah pada dua pertandingan berturut-turut.
Setelah masa hukumannya selesai, Cantona tampil impresif pada debut
melawan Liverpool. Ia mengirim assist untuk Nicky Butt dan mencetak satu
gol penalti. Medio Januari, gol Cantona ke gawang West Ham United
mengawali 10 kemenangan beruntun di liga untuk mengejar defisit 10 poin
dari Newcastle United. Gol tunggal Cantona kembali terjadi pada beberapa
pertandingan berikutnya, sekaligus ketika Cantona menciptakan gol untuk
menyamakan kedudukan dengan QPR pada tanggal 9 Maret yang pada akhirnya
membawa Man Utd merebut tahta dari Newcastle United. Mereka tidak
tergoyahkan hingga akhir musim dan memenangkan gelar ketiga liga dalam
empat musim terakhir. Tidak cukup itu saja, Cantona mencetak
satu-satunya gol yang memberikan gelar Piala FA bagi MU saat berhadapan
dengan Liverpool dengan sebuah gol indah yang mungkin gol terbaik
Cantona sepanjang masa. Cantona kembali dari masa-masa gelap dalam
hidupnya untuk membawa Man Utd menjadi tim pertama yang dua kali
memenangkan gelar ganda.
Kepergian Steve Bruce di musim berikutnya menahbiskan Cantona sebagai kapten United, sekaligus sang raja di Old Trafford.
Dengan barisan pemain muda seperti Ryan Giggs, David Beckham, Paul
Scholes, Nicky Butt dan Gary Neville dalam bimbingannya, Man Utd
mempertahankan gelar di musim berikutnya. Sayangnya, secara mengagetkan
Cantona memutuskan bahwa ini adalah musim terakhirnya bermain sepakbola
profesional dan ia menggantungkan sepatu di usia 30 tahun.
Eric Cantona bersumpah kalau ada satu-satunya alasan dia kembali ke
dunia sepakbola Inggris, itu hanyalah untuk dan hanya untuk menjadi
orang nomor satu di Manchester United.
Karir di Klub
1983–1988 Auxerre 82 (23)
1985–1986 Martigues (loan) 15 (4)
1988–1991 Marseille 40 (13)
1989 Bordeaux (loan) 11 (6)
1989–1990 Montpellier (loan) 33 (10)
1991 Nîmes 16 (2)
1992 Leeds United 28 (9)
1992–1997 Manchester United 144 (64)
Karir di Timnas
1987–1995 France 45 (20[1]
Karir di Klub
1983–1988 Auxerre 82 (23)
1985–1986 Martigues (loan) 15 (4)
1988–1991 Marseille 40 (13)
1989 Bordeaux (loan) 11 (6)
1989–1990 Montpellier (loan) 33 (10)
1991 Nîmes 16 (2)
1992 Leeds United 28 (9)
1992–1997 Manchester United 144 (64)
Karir di Timnas
1987–1995 France 45 (20[1]